GKJW Jemaat Wlingi Mengucapkan Selamat Menyambut HKB 2021






 Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Setiap kita memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana, satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah pesan Bapak Presiden Joko Widodo: Pencegahan, Pencegahan, dan Pencegahan. Karenanya, dalam kesempatan ini saya kembali menegaskan pentingnya pencegahan dan mitigasi. Mitigasi harga mati.

Pencegahan dan Mitigasi harus menjadi ruh Kesiapsiagaan Bencana, yang kita peringati setiap tanggal 26 April, bersamaan momentum lahirnya Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sebuah ruh yang mengubah paradigma penanggulangan bencana dari responsif menjadi preventif.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para Kepala Daerah dan jajarannya, atas kesungguhannya dalam mendukung Hari Kesiapsiagaan Bencana, dengan mengajak masyarakat meningkatkan kapasitas menghadapi bencana.

Apresiasi dan peghargaan secara khusus saya sampaikan kepada ....... (Kantor/organisasi/desa/kelurahan/dll) yang telah mengikuti simulasi evakuasi mandiri. Simulasi evakuasi ini sangat penting dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi bencana yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

BAPAK/IBU/SAUDARA YANG SAYA HORMATI,

Kita ketahui bersama, bahwa wilayah negara kita tercinta sangat rawan terhadap bencana. Antara lain bencana hidrometeorologi, yang dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim. Antara lain badai siklon tropis, hujan lebat yang bisa mendatangkan banjir bandang, serta gelombang panas dan kekeringan yang bisa mengakibatkan karhutla. Karenanya, mencermati perkembangan cuaca melalui informasi BMKG adalah salah satu upaya kesiapsiagaan bencana.

Selain itu, kita mengenal adanya bencana geologi, seperti misalnya erupsi gunung berapi, gempa bumi, gas beracun, dan lain sebagainya. Terakhir, bencana non alam seperti pandemi Covid-19 yang sedang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Karenanya, upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan harus terus menerus dilakukan.

Lakukan 4 langkah dalam kesiapsiagaan bencana ;
Kenali ancaman bencana di sekitar kita,
Kurangi risiko bencananya sesuai kemampuan kita,
Tentukan tempat aman di sekitar kita,
Ajak seluruh keluarga melakukan evakuasi mandiri ke tempat aman.

Hal ini selaras dengan arahan Bapak Presiden pada pembukaan Rakornas Penanggulangan Bencana tahun 2021 di Istana Negara, “Lakukan simulasi bencana secara rutin di daerah–daerah yang rawan bencana”.

BAPAK/IBU/SAUDARA YANG BERBAHAGIA,

Latihan evakuasi mandiri diawali dengan pemukulan Kenthongan/ Lonceng/Alarm/Sirine sebagai penanda simulasi, tepat pada pukul 10.00 waktu setempat. Selanjutnya masyarakat bergerak menuju tempat evakuasi yang aman dan mudah dijangkau masyarakat dalam waktu singkat.

Pesan saya, teruslah berlatih. Melalui latihan evakuasi mandiri, saya berharap masyarakat semakin tangguh, tanggon, dan trengginas menghadapi bencana. Lebih dari itu, muncul kesadaran dari lubuk hati yang paling dalam pada setiap warga negara, tentang pentingnya “sadar bencana”.

Dari bumi Nusa Tenggara Timur yang baru saja dilanda bencana banjir bandang dan longsor, saya mendapati setidaknya dua kearifan lokal yang patut dicontoh. Yang pertama, Tindakan patriotis seorang ketua RT bernama Soleman Kamenglet di Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor. Tindakannya melakukan “Siskamling Bencana” dengan menggedor-gedor semua rumah untuk evakuasi, akhirnya berhasil menyelamatkan seluruh warganya. Sementara, semua rumah hancur dilanda banjir longsor.

Yang kedua adalah Hutan Mangrove Baba Akong di pesisir Utara Magepanda, Maumere. Pasca tsunami tahun 1992, Baba Akong bersama istrinya melakukan penanaman mangrove, dari sebatang demi sebatang, sekarang sudah mencapai 40 ribu hektare. Mereka melakukan dengan kesadaran, bahwa vegetasi adalah satu-satunya cara untuk selamat, manakala tsunami datang lagi.

Kisah-kisah seperti Soleman dan Baba Akong harus terus dijadikan contoh. Sebab, di seluruh wilayah Nusantara, sangat banyak kesiapsiagaan bencana dalam bentuk kearifan lokal. Termasuk kearifan lokal “smong” di Kabupaten Simeulue, Aceh. Sejak tsunami yang merenggut banyak korban tahun 1907, mereka menciptakan budaya tutur melalui lagu “smong” yang artinya tsunami. Terbukti, tsunami tahun 2004, sebagian besar dari mereka selamat.

Selain kesadaran masyaarakat, juga dibutuhkan ketegasan dari pemimpin atau kepala daerah. Untuk yang satu ini, saya ambilkan contoh ketegasan sikap Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Alkisah, ketika Konawe Utara dilanda banjir besar pertengahan tahun 2019, bupati memerintahkan semua warga di lokasi rawan untuk segera dievakuasi. Ada cerita lucu, salah satu warga yang bandel tidak mau mengungsi. Airpun meninggi. Orang itu naik ke atas pohon kelapa.

Untuk beberapa saat ia tidak diturunkan, hingga saya datang ke sana. Kata Bupati, saya hukum dia, biar dia rasakan di atas pohon. Intinya, menjadi seorang pemimpin, ada kalanya harus cerewet, tapi cerewetnya demi menyalamatkan rakyat dari bencana. Semoga apa yang kita lakukan hari ini diridhoi Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Sekaligus membangun semangat kita untuk terus berjuang demi kemanusiaan. 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya.


#SiapUntukSelamat
#SalamTangguh
#SalamKemanusiaan

Jakarta, 26 April 2021 

KEPALA BNPB,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Hari Raya Idul Fitri

Popular Posts